Nahdliyin.id - - Media Islam Rahmatan Lil 'Alamin

Jangan Latah Mengkafirkan !!!


Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya atau mengeluarkannya dari Islam karena sesuatu perbuatan; (2) Jihad akan terus berlangsung semenjak Allah mengutusku sampai pada saat yang terakhir dari umat ini memerangi Dajjal tidak dapat dirubah oleh kezaliman seorang zalim atau keadilan seorang yang adil; (3) Beriman kepada takdir-takdir. (HR. Abu Dawud)
Akhir-akhir ini muncul fenomena sangat mudahnya satu pihak mengkafirkan pihak lain yang jelas-jelas masih Islam hanya karena berbeda pemahaman atau mazhab dan tidak jarang perbedaan tersebut hanya berupa permasalahan cabang atau furu’, bukan permasalahan pokok atau aqidah. Perbedaan disini dalam artian dimana hal tersebut tidak menjatuhkan seseorang keluar dari keislaman (tentu untuk menghukumi seseorang jatuh kedalam kekafiran harus memenuhi berbagai kaidah dan syarat yang sangat khusus). Sikap seperti ini menunjukkan sikap yang berlebihan atau ekstrim karena gampang menyalahkan orang lain dan seakan-akan kebenaran mutlak hanya miliknya atau kelompoknya.
Perlu difahami bahwa Ilmu sangat luas maka bukan tidak mungkin masih banyak hal yang tidak atau belum terjangkau untuk dipahami, karena itu menahan lidah dari mengkafirkan pihak lain adalah lebih utama, daripada terlanjur mengkafirkan namun ternyata dari berbagai sisi tuduhan tersebut sama sekali tidak tidak bisa dipertanggungjawabkan. Bisa jadi tuduhan tersebut justru akan balik menimpa dirinya sendiri seperti hadits Rasulullah SAW: “Siapapun orangnya yang mengatakan kepada saudaranya ‘Hai Kafir’,
maka perkataan itu akan mengenai salah satu diantara keduanya. Jika perkataan itu benar, (maka benar). Tetapi bila tidak, maka tuduhan itu akan kembali kepada diri orang yang mengatakannya.” (Muttafaq ‘alaih, dari Ibnu Umar).
Memang semangat keagamaan yang sangat besar pada diri seseorang (biasanya pada pemuda atau seseorang yang masih awal mengenal Islam)
terkadang bisa membuat ia gegabah atau terburu-buru menjatuhkan hukum kafir kepada pihak lain yang memiliki pemahaman berbeda. Seharusnya semangat keagamaan juga harus diimbangi dengan semangat tabayun atau semangat menahan diri dari bersikap yang dapat merugikan orang lain terlebih dirinya sendiri.
Lagipula mengapa harus menyibukkan diri dalam hal mengkafirkan pihak lain? Masih banyak hal lain yang lebih berfaedah untuk dilakukan. Para ulama yang luas dan mendalam ilmunya yaitu para hakim di mahkamah syar’iah dan para ahli fatwa adalah pihak yang memiliki wewenang tersebut. Jika semua orang diberi wewenang dalam permasalahan yang sangat riskan tersebut, maka setiap orang atau kelompok akan sangat mudah untuk menuduh pihak yang berbeda pemahaman dengannya dengan tuduhan kafir, tentunya dengan standar masing masing. Jika dibiarkan, sudah pasti akan menimbulkan berbagai kekacauan.
Tuduhan mengkafirkan seseorang lain bukanlah perkara main-main. Karena sebagaimana kita ketahui apabila seseorang sudah jatuh kafir maka terputuslah tali perkawinannya (apabila sudah menikah) begitu juga nasab dengan orang tuanya, apabila meninggal dunia maka tidak bisa disholatkan, dan berbagai hal lain yang hilang ketika seseorang menjadi kafir. Bukan hanya di dunia bahkan di akhirat ia akan berada di neraka untuk selama-lamanya.
Mari kita simak sebuah kisah yang sudah sangat mahsyur, dimana pada saat Usamah, sahabat Rasulullah SAW, membunuh orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah pada suatu peperangan, Nabi menunjukkan ketidaksukaannya, “Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah.”
Usamah berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha illallaah karena takut mati.” Lalu Rasulullah bersabda,
“Apakah kamu mengetahui isi hatinya?” [HR Bukhari 6364]. Lihatlah bagaimana Rasulullah memberikan teladan, bahwa janganlah dengan mudahnya menuduh seseorang kafir selagi orang tersebut masih menunjukkan keislamannya secara zahir. Bahkan tidak jarang orang yang dituduh kafir secara kasat mata bisa dilihat masih lebih bagus shalatnya, masih lebih fushah bacaan qur’annya, masih lebih terjaga pergaulannya dibandingkan penuduh.
Saudara, Islam adalah agama yang penuh kasih sayang dan kelembutan, sehingga siapapun yang berada dalam naungan Islam bisa merasakan ketentraman dan kedamaian. Marilah jadikan diri kita sebagai refleksi keindahan Islam bukan malah sebaliknya. Jangan membuat seakan-akan dalam tubuh Islam penuh dengan berbagai kebencian dan saling curiga. Karena sebenarnya umat Islam bagai satu tubuh, sudah seharusnya saling menguatkan.
Apabila ada yang khilaf atau berbuat kesalahan maka saling menasehati lebih utama, bukan malah menjadi bahan olok olokan atau bahkan mengkafirkan. Jika kita bukan seorang ulama atau hakim mahkamah syar’iyah dengan keilmuan yang mumpuni di bidang tersebut, maka lebih baik jangan terjebak dalam budaya saling mengkafirkan, disamping juga lebih banyak ruginya dibandingkan untungnya.
Wallahua’lam bishshawab.

Title : Jangan Latah Mengkafirkan !!!
Description : Tiga perkara berasal dari iman: (1) Tidak mengkafirkan orang yang mengucapkan “Laailaaha illallah” karena suatu dosa yang dilakukannya atau ...

Dapatkan Berita Terbaru dari Kami Via Email: