Nahdliyin.id - - Media Islam Rahmatan Lil 'Alamin

Dialog Pemuda Salafy dan Kyai Aswaja

Ini adalah sebuah kisah berkenaan dengan pertemuan seorang pemuda yang mengaku bahwa dia pengikut ajaran Salafi dengan seorang Kyai di sebuah pesantren.
Suatu hari, datang seorang pemuda ke sebuah Pesantren di Indonesia bertujuan untuk bertemu dengan Kyai di Pesantren tersebut. Maka berlakulah dialog diantara pemuda dan Kyai di ruang tamu rumah Kyai itu.
Pak Kyai : Silahkan duduk anak muda, siapa namamu dan dari mana asalmu?
Pemuda : Terima kasih Pak Kyai. Nama saya Abdullah dan saya berasal dari Kampung Seberang.
Pak Kyai : Jauh kamu bertandang ke sini, sudah tentu kamu punya hajat yang sangat penting. Apa hajatnya mana tahu mungkin saya boleh membantumu?
Pemuda tersebut diam sebentar sambil menarik nafasnya dalam-dalam.
Pemuda : Begini Pak Kyai, saya datang ke sini, bertujuan ingin berbincang beberapa permasalahan dengan Pak Kyai. Mengenai permasalahan umat Islam sekarang. Saya ingin bertanya, mengapa Kyai-Kyai di kebanyakan pesantren di Indonesia, dan Tuan-Tuan Guru di Malaysia sering kali mengajar murid-murid mereka dengan lebih suka mengambil kalam-kalam atau pandangan para ulama?
Seringkali saya mendengar mereka akan menyebut : “ Kata al-Imam al-Syafii, kata al-Imam Ibn Ato’illah al-Sakandari, Kata al-Imam Syaikhul Islam Zakaria al-Ansori dan lain-lain”
Mengapa tidak terus mengambil daripada al-Quran dan Sunnah ?
Bukankah lebih enak kalau kita mendengar seseorang tersebut menyebutkan “ Firman Allah taala di dalam al-Quran, Sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam di dalam hadis itu dan ini?”
Ulama-ulama itu juga punya kesalahan dan kekurangan.
Mereka juga tidak lari daripada melakukan kesilapan.
Maka sebaiknya kita mengambil langsung daripada kalam yang Ma’sum yaitu al-Quran dan Sunnah.
Pak Kyai mendengar segala hujah yang disampaikan oleh pemuda tersebut dengan penuh perhatian.
Sedikitpun beliau tidak mencelah malah memberikan peluang bagi pemuda tersebut untuk berbicara sepuas-puasnya. Sambil senyuman terukir di bibir Pak Kyai, beliau bertanya kepada pemuda tersebut,
Pak Kyai : Masih ada lagi apa yang ingin kamu persoalkan wahai Abdullah?
Pemuda : itu saja yang ingin saya sampaikan Pak Kyai.
Pak Kyai : Sebelum berbicara lebih lanjut, eloknya kita minum dahulu ya.
Tiga perkara yang sepatutnya disegerakan yaitu hidangan kepada tamu , wanita yang dilamar oleh orang yang baik maka disegerakan perkahwinan mereka dan yang ketiga orang yang meninggal, maka perlu disegerakan urusan pengkebumiannya, Betul kan Abdullah?
Pemuda : Benar sekali Pak Kyai .
Pak Kiyai lalu memanggil isterinya untuk menyediakan kopi pada mereka. Maka beberapa detik selepas itu minuman kopi pun sampai di hadapan mereka.
Pak Kyai : Silakan diminum Abdullah?
Abdullah pun terus mengambil kopi tersebut lalu menuangkan perlahan-lahan ke dalam cawan/lepek yang tersedia.
Pak Kyai terus bertanya :Abdullah, kenapa kamu tidak terus minum langsung dari gelasnya saja? Kenapa perlu dituang di dalam cawan?
Pemuda : Pak Kyai, mana bisa pak kyai saya minum langsung dari gelas. sedangkan gelasnya besar sekali dan sangat panas. Maka saya tuang ke dalam cawan agar memudahkan saya meminumnya.
Pak Kyai : Abdullah, itulah jawaban terhadap apa yang kamu persoalkan tadi.
Mengapa kami tidak mengambil langsung daripada al-Quran dan Sunnah? ianya terlalu besar dan terlalu panas untuk kami terus minum daripadanya.
Maka kami mengambil daripada apa yang telah dituang di dalam cawan oleh para ulama. Maka ini memudahkan bagi kami untuk mengambil dan memanfaatkannya.
Benar kamu katakan bahwa mengapa tidak terus mengambil daripada al-Quran dan Sunnah.
Kembali persoalan yang ingin saya lontarkan kepada kamu.
Adakah kamu ingin mengatakan bahwa Imam Syafii dan para ulama yang kamu sebutkan tadi mengambil hukum selain daripada al-Quran dan sunnah?
Adakah mereka mengambil daripada kitab selain dari Qur'an
dan sunnah?
Pemuda : Sudah tentu mereka juga mengambil daripada al-Quran dan Sunnah.
Pak Kyai : Kalau begitu, maka sumber pengambilan kita juga adalah daripada al-Quran dan aSunnah cuma dengan kefahaman daripada para ulama.
Pak Kyai : Satu lagi gambaran yang ingin saya terangkan kepada kamu.
Saya dan kamu membaca al-Quran, Imam Syafii juga membaca al-Quran bukan?
Pemuda : Sudah tentu Pak Kyai.
Pak Kyai : Baik, Kalau kita membaca sudah tentu kita memahami ayat-ayat di dalam al-Quran tersebut bukan?
Imam Syafii juga memahami ayat yang kita bacakan.
Maka persoalannya , pemahaman siapa yang ingin didahulukan?
Pemahaman saya dan kamu atau pemahaman Imam Syafii ?
Pemuda : Sudah tentu pemahaman Imam Syafii kerana beliau lebih memahami bahasa berbanding orang zaman sekarang.
Pak Kyai : Nah, sekarang saya rasa kamu sudah jelas bukan?
Hakikatnya kita semua mengambil daripada sumber yang satu yaitu al-Quran dan Sunnah.
Tiada seorang pun yang mengambil selain daripada keduanya. Cuma bedanya, kita mengambil daripada pemahaman terhadap al-Quran dan Sunnah tersebut daripada siapa?
Sudah tentu kita akan mengambil daripada orang yang lebih dalam ilmunya. Ini karena mereka lebih wara’ dan berjaga-jaga ketika mengeluarkan ilmu.
Kamu tahu Abdullah, al-Imam Syafii Radhiyallahu 'anhu pernah ditanya oleh seseorang ketika beliau sedang menaiki keledai , berapakah kaki keledai yang Imam tunggangi?
Maka Imam Syafii turun dari keledai tersebut dan melihat kaki
keledai tersebut.
Selesai melihat kaki keledai, barulah al-Imam menjawab : “Kaki keledai yang aku tunggangi ada empat”.
Orang yang bertanya tersebut merasa heran lalu berkata “ Wahai Imam , bukankah kaki keledai itu memang empat, mengapa engkau tidak terus menjawabnya?”
Imam Syafii menjawab : “ Aku bimbang, jika aku menjawabnya tanpa melihat terlebih dahulu, tiba-tiba Allah taala hilangkan
salah satu daripada kakinya maka aku sudah dikira tidak amanah di dalam memberikan jawaban”
Coba kamu perhatikan Abdullah, betapa wara’nya Imam Syafii ketika menjawab persoalan berkaitan dunia. Apalagi kalau berkaitan dengan persoalan agamanya?
Subhanallah..
Coba kamu lihat Abdullah betapa amanahnya mereka dengan ilmu.
Berbeda dengan manusia zaman sekarang yang baru seumur jagung di dalam ilmunya sudah berani mengaku seolah-olah mereka mengetahui segalanya.
Pemuda : MasyaAllah, terima kasih Pak Kyai atas penjelasan yang sangat memuaskan. Saya memohon maaf atas kekasaran dan keterlanjuran bicara saya .
Pak Kiyai : Sama-sama Abdullah. Semoga kamu akan menjadi seorang yang akan membawa panji agama kelak dengan ajaran yang benar InsyaAllah.


Title : Dialog Pemuda Salafy dan Kyai Aswaja
Description : Ini adalah sebuah kisah berkenaan dengan pertemuan seorang pemuda yang mengaku bahwa dia pengikut ajaran Salafi dengan seorang Kyai di sebua...

Dapatkan Berita Terbaru dari Kami Via Email: